Tidak semua kegagalan harus berakhir dengan penyesalan. Bagi Paskalis Dogomo, pemuda asal Distrik Mapia, Kabupaten Dogiyai, kegagalan justru menjadi pijakan baru untuk membangun sesuatu yang lebih bermakna asrama swadaya bagi mahasiswa Papua.
Tahun 2025 seharusnya menjadi tahun politik bagi Paskalis. Ia mencalonkan diri sebagai Bupati Dogiyai melalui jalur independen, dengan tekad membawa perubahan di tanah kelahirannya. Namun nasib berkata lain KPU Kabupaten Dogiyai mendiskualifikasi pencalonannya.
Alih-alih larut dalam kekecewaan, Paskalis memilih jalan berbeda. Ia kembali ke Jayapura, bukan untuk bersembunyi, melainkan untuk melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Cenderawasih, sekaligus menyalurkan energinya ke hal yang telah lama ia perjuangkan: pembangunan Asrama Swadaya RPM SIMAPITOWA (Rumpun Pelajar dan Mahasiswa Siriwo, Mapia, Piyaiye, Topo, dan Wanggar).
Paskalis bukanlah nama baru di kalangan mahasiswa Papua Tengah. Ia lahir dan besar di keluarga sederhana di Mapia. Ayahnya dikenal sebagai Bapa Katakes Abaimaida , seorang katekis yang juga bekerja sebagai tukang bangunan. Dari figur sang ayah, Paskalis mewarisi nilai kerja keras, kesabaran, dan iman yang teguh.
Ia menempuh pendidikan di SD YPPK Santo Yohanes Tilemans Abaimaida (2000), SMP Negeri 1 Mapia (2003), dan SMA YPPGI Nabire (2006). Tahun 2015, ia menuntaskan pendidikan sarjana di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Cenderawasih.
Meski menapaki jalur akademik, semangat membangun tanah kelahiran tak pernah padam. Sejak 2007, Paskalis bersama rekan-rekan mahasiswa dari rumpun SIMAPITOWA telah menyimpan satu mimpi: membangun asrama sendiri di Jayapuratempat mahasiswa bisa tinggal, belajar, dan menumbuhkan rasa persaudaraan.
Setelah 18 tahun penantian, mimpi itu akhirnya mulai terwujud. Sabtu, 25 Oktober 2025, menjadi hari bersejarah ketika peletakan batu pertama Asrama Swadaya RPM SIMAPITOWA dilaksanakan di Abepura, Kota Jayapura.
Kegiatan itu mengusung tema: “Melalui Peletakan Batu Pertama Asrama Swadaya RPM SIMAPITOWA di Jayapura, Kita Diajak Bersatu Membangun Kebersamaan.”
Sebagai Ketua Tim Penggerak Pembangunan Asrama Swadaya Paskalis menyebut pembangunan ini sebagai simbol perjuangan dan kesatuan.
“Ini adalah impian besar dari seluruh mahasiswa dan masyarakat SIMAPITOWA sejak 2007,” ujarnya penuh haru.
Ia menyampaikan apresiasi kepada seluruh lapisan masyarakat akar rumput, para intelektual, dan pemerintah yang selama ini mendukung secara moril dan materil.
“Dukungan dari masyarakat dan intelektual adalah kekuatan kami. Terima kasih untuk semua yang selalu berdiri bersama kami,” tambahnya
Kegagalan politik yang sempat dialami Paskalis justru membuka jalan baru bagi pengabdian yang lebih nyata. Ia tidak lagi berjuang lewat kursi birokrasi, melainkan melalui gerakan pendidikan dan kebersamaan.
“Kami terus membutuhkan dukungan dari masyarakat akar rumput dan pemerintah. Ini perjuangan besar yang harus dijalani bersama,” tegasnya.
Baginya, membangun asrama bukan sekadar mendirikan bangunan fisik, tapi membangun ruang identitas dan harapan bagi generasi muda Papua.
“Kerja keras membangun asrama ini seperti perjuangan seorang ibu saat melahirkan penuh rasa sakit, tapi berujung kebahagiaan,” ucapnya dengan nada puitis.
Tim penggerak di bawah kepemimpinannya menargetkan pembangunan asrama rampung pada 25 Oktober 2027 Asrama ini kelak akan menjadi tempat tinggal sekaligus pusat kegiatan mahasiswa dari wilayah Siriwo, Mapia, Piyaiye, Topo, dan Wanggar.
“Kami ingin asrama ini menjadi warisan bagi generasi berikutnya tempat tumbuhnya pemimpin masa depan Papua,” ungkap Paskalis.
Dari kegagalan politik hingga keberhasilan mewujudkan rumah kebersamaan, kisah Paskalis Dogomo menjadi bukti bahwa jalan menuju perubahan tak selalu harus melewati kekuasaan. Kadang, perubahan justru dimulai dari batu pertama yang diletakkan dengan iman dan tekad yang murni. (*)
Tim Redaksi
